Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 04 April 2017

FACEBOOK DAN GENDER DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Bagi suatu negara, pendidikan merupakan realisasi kebijaksanaan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan yang dicita-citakan. Pendidikan merupakan komponen pokok dalam pembinaan landasan pengembangan sosial budaya. Pendidikan juga sekaligus penegak kemanusiaan yang berperadaban tinggi. Pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial.
Karenanya, proses belajar mengajar merupakan kebutuhan penting hidup manusia. Hal ini harus dirasakan bersama oleh setiap individu laki-laki dan perempuan tanpa pandang bulu. Karena sama-sama memiliki kemampuan untuk belajar. Semakin lama, setiap aspek kehidupan manusia berkembang, kebutuhannya pun kian beragam. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan harus saling membantu, bekerja sama meniti jalan dan mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Kesenjangan pada bidang pendidikan dianggap menjadi faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap bidang lain di Indonesia, hampir semua sektor, seperti lapangan pekerjaan, jabatan, peran dimasyarakat sampai pada masalah menyuarakan pendapat antara laki-laki dan perempuan yang menjadi faktor penyebab bias gender adalah karena faktor kesenjangan pendidikan yang belum setara selain masalah-masalah klasik yang cenderung menjustifikasi ketidakadilan seperti intepretasi teks-teks keagamaan yang tekstual dan kendala sosial budaya lainnya. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestarikan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.
Selain masalah gender, dalam beberapa tahun belakangan ini masyarakat Indonesia sedang mengalami demam facebook. Hampir semua kalangan mengenal facebook, baik anak kecil hingga ke orang tua, pejabat hingga ke pedagang.
Facebook merupakan salah satu media sosial. Dengan facebook, sangat mudah untuk mencari informasi pertemanan ataupun mendapatkan banyak teman. Hampir semua orang memiliki akun facebook. Katanya belum gaul, jika belum memiliki akun facebook.
Tidak heran jika semakin hari semakin bertambah pengguna Facebook. Hampir setiap orang mempunyai Facebook. Penggunaan Facebook dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh bagi penggunanya, apabila kita tidak cerdas dalam menyikapi situs jejaring sosial ini, bisa-bisa kita kecanduan Facebook, dan layaknya candu, apapun akan kita lakukan agar dapat menggunakan Facebook.
Melihat dua tema di atas sedang hangat-hangatnya menjadi perbincangan semua kalangan, penulis berminat untuk mengangkat kedua tema tersebut dalam makalah penulis. Dari sinilah kami akan mencoba memberikan sedikit penjelasan mengenai gender dan facebook di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut.
1.      Apakah pengertian gender?
2.      Bagaimana bias gender di Indonesia?
3.      Apa itu facebook?
4.      Berapa pengguna facebook di Indonesia?
5.      Apa sajakah dampak adanya facebook?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan pengertian gender.
2.      Mendeskripsikan bias gender di Indonesia.
3.      Menjelaskan tentang facebook.
4.      Mendeskripsikan pengguna facebook di Indonesia
5.      Menyebutkan dampak adanya facebook





































BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Gender
Hal penting yang perlu dilakukan dalam kajian gender adalah memahami perbedaan konsep gender dan seks (jenis kelamin). Kesalahan dalam memahami makna gender merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sikap menentang atau sulit bisa menerima analisis gender dalam memcahkan masalah ketidakadilan sosial.
Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan[1]. Menurut Mansour Faqih, sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat diubah dan bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan di mana saja[2].
Sedangkan gender, secara etimologis gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin.[3]Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru terbnetuk melalu proses sosial dan cultural. Oleh karena itu gender dapat berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat[4].
Dalam batas perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan sedangkan gender sebagai status yang diterima atau diperoleh.
Mufidah dalam Paradigma Gender[5]mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan.
Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki.. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

B.           Bias Gender di Indonesia
Yang dimaksud bias gender adalah mengunggulkan salah satu jenis kelamin dalam kehidupan sosial atau kebijakan publik. Bias gender dalam pendidikan adalah realitas pendidikan yang mengunggulkan satu jenis kelamin tertentu sehingga menyebabkan ketimpangan gender.[6]
Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, terpresentasi juga dalam dunia pendidikan. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat. Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi, antara lain:
1.      Kurangnya partisipasi (under-participation). Dalam hal partisipasi pendidikan, perempuan di seluruh dunia menghadapi problem yang sama. Dibanding lawan jenisnya, partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah Di negara-negara dunia ketiga di mana pendidikan dasar belum diwajibkan, jumlah murid perempuan umumnya hanya separuh atau sepertiga jumlah murid laki-laki[7]
2.      Kurangnya keterwakilan (under-representation). Partisipasi perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga pengajar maupun pimpinan juga menunjukkan kecenderung disparitas progresif. Jumlah guru perempuan pada jenjang pendidikan dasar umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki. Namun, pada jenjang pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan penurunan drastis.
3.      Perlakuan yang tidak adil (unfair treatment) Kegiatan pembelajaran dan prosesinteraksi dalam kelas seringkali bersifat merugikan murid perempuan. Guru secara tidak sadar cenderung menaruh harapan dan perhatian yang lebih besar kepada murid laki-laki dibanding murid perempuan. Para guru kadangkala cenderung berpikir ke arah "self fulfilling  prophecy"terhadap siswa perempuan karena menganggap perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan yang tinggi.
Selain itu juga ditemukan gejala pemisahan gender dalam jurusan atau program studi sebagai salah satu bentuk diskriminasi gender secara sukarela ke dalam bidang keahlian. Pemilihan jurusan – jurusan bagi anak perempuan lebih dikaitkan dengan fungsi domestik, sementara itu anak laki-laki diharapkan berperan dalam menopang ekonomi keluarga sehingga harus lebih banyak memilih keahlian-keahlian ilmu keras, teknologi dan industri. Penjurusan pada pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi menunjukkan masih terdapatnya stereotype dalam sistem pendidikan di Indonesia yang  mengakibatkan tidak berkembangnya  pola persaingan sehat menurut gender.  Sebagai contoh, bidang ilmu sosial pada umumnya didominasi siswa perempuan, sementara bidang ilmu teknis umumnya didominasi siswa laki-laki.
Sedangkan ketimpangan pada hasil pendidikan adalah perbedaan akhir pendidikan. Ketimpangan pada hasil pendidikan menunjukkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada prestasi pendidikan. Prestasi di antara mereka tidak sepadan. Prestasi laki-laki lebih tinggi atau lebih baik daripada perempuan.
Ketimpangan akses pendidikan dapat berdampak pada feminisasi dalam pendidikan. Ketidaksamaan kesempatan dalam pendidikan antara laki-laki dan perempuan akan berdampak pada kecenderungan melihat bahwa perempuan hanya bisa diterima pada sistem pendidikan tertentu. Di masyarakat berkembang sikap bahwa perempuan hanya cocok pada jenis pendidikan tertentu dan tidak pantas memilih sistem pendidikan lainnya.
Dengan rendahnya tingkat pendidikan penduduk yang berjenis kelamin perempuan maka, secara otomatis perempuan belum berperan secara maksimal. Pencanangan wajib belajar pada usia 6 tahun pada tahun 1984 dan program wajib belajar 9 tahun pada tahun 1994, belum memberikan hasil yang signifikan terhadap perempuan.
Terjadinya pengingkaran dan diskriminasi terhadap hak-hak perempuan seperti yang digambarkan di atas, menurut Masdar F. Mus’udi pangkal mulanya adalah disebabkan oleh adanya pelebelan sifat-sifat tertentu pada kaum perempuan yang cenderung merendahkan. Misalnya perempuan itu lemah, lebih emosional ketimbang nalar, cengeng, tidak tahan banting, tidak patut hidup selain di dalam rumah tangga, dll. Setidaknya ada empat persoalan yang menimpa perempuan akibat adanya pelebelan ini[8]. Pertama, melalui proses subordinasi (meletakkan perempuan di bawah supremasi lelaki), perempuan harus tunduk kepada sesame manusia, yakni kaumlelak. Pemimpin atau imam hanya pantas dipantas dipegang oleh laki-laki, perempuan hanya bolehh menjadi makmum saja. Kedua, perempuan cenderung dimarginalkan, diletakkan di pinggir. Ketiga, karena kedudukannya yang lemah, perempuan sering menjadi sasaran tindak kekerasan oleh kaum laki-laki. Keempat, perempuan hanya menerima beban pekerjaan yang jauh lebih berat dan lebih lama daripada yang dipukul kaum laki-laki.

C.          Mengenal Facebook
Facebook adalah sebuah situs jejaring sosial populer yang diluncurkan pada 4 Februari 2004. Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasiswa Harvard, fungsiya sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard. Dalam waktu dua minggu setelah diluncurkan, separuh dari mahasiswa Harvard telah memiliki akun Facebook. Tidak hanya itu beberapa kampus lain juga dimasukkan dalam jaringan Facebook. Zuckerberg pun akhirnya meminta bantuan dua temannya untuk membatu mengembangkan Facebook dan memenuhi permintaan kampus-kampus lain untuk bergabung dalam jaringannya. Dalam waktu empat bulan setelah diluncurkannya, Facebook telah memiliki 30 kampus dalam jaringannya.[9]
Dengan kesuksesan tersebut, Zuckerberg dan kedua temannya memutuskan untuk pindah ke Palo Alto dan menyewa apartemen di sana. Setelah beberapa minggu di Palo Alto, Zuckerberg berhasil bertemu dengan Sean Parker, dan dari hasil pertemuan tersebut Parker pun setuju pindah ke apartemen Facebook untuk bekerja sama mengembangkan Facebook. Tidak lama setelah itu, Parker berhasil mendapatkan Peter Thiel (cofounder Paypal) sebagai investor pertamanya. Thiel menginvestasikan 500 ribu US Dollar untuk pengembangan Facebook.[10]
Jumlah akun di Facebook terus melonjak, sehingga pada pertengahan tahun 2004 Friendster mengajukan tawaran kepada Zuckerberg untuk membeli Facebook seharga 10 juta US Dollar, dan Zuckerberg pun menolaknya. Zuckerberg sama sekali tidak menyesal menolak tawaran tersebut sebab tidak lama setelah itu Facebook menerima sokongan dana lagi sebesar 12,7 juta US Dollar dari Accel Pathners. Dan semenjak itu sokongan dana dari berbagai investor terus mengalir untuk pengembangan Facebook.
Pada September 2005, Facebook tidak lagi membatasi jaringannya hanya untuk mahasiswa, Facebook juga membuka jaringannya untuk siswa SMU. Beberapa waktu kemudian Facebook juga membuka jaringannya untuk para pekerja kantoran. Dan akhirnya September 2006 Facebook membuka pendaftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail.

D.    Pengguna Facebook di Indonesia
Pengguna Facebook di Indonesia masih didominasi oleh kaum menengah ke atas yang memiliki akses internet. Kebanyakan dari mereka adalah pelajar, mahasiswa, dosen, pekerja, politisi dan beberapa tokoh-tokoh nasional. Terhitung sampai 22 Februari 1.333.649 pengguna di Indonesia telah terdaftar di Facebook dan sekitar 73% (976.372 orang) diantaranya adalah pengguna usia produktif (18-34 tahun). Dilihat dari gender, 688.306 pengguna laki-laki dan 600.045 pengguna permepuan.
Sedangkan menurut sumber lain bulan Nopember tahun 2016 Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna Facebook terbesar ke-7 di dunia. Indonesia dikatakan telah memiliki 11.756.980 pengguna Facebook. Posisi Indonesia satu tingkat di bawah Italia yang memiliki 12.581.060 pengguna dan berada di posisi ke-6. Sementara jika dilihat dari pertumbuhan tiap minggunya, Indonesia juga berhasil masuk 10 besar dalam daftar negara dengan memiliki pertumbuhan pengguna tercepat. Pada perhitungan terakhir misalnya, Indonesia berada di posisi ke-9 tercepat dengan persentase 6,854%.
Bulan Desember tahun 2016 diketahui pengguna Facebook di Indonesia mencapai 31,7 juta, tepatnya 31.784.080. Dengan populasi online 100 persen, Indonesia menguasai 5,56 % dari total pengguna Facebook di dunia. Berdasarkan gender, pengguna laki-laki lebih mendominasi di Indonesia, yaitu sekitat 18,7 juta (59,1 %), sedangkan perempuan jumlahnya  sekitar 12,9 juta (40,9%).[11]

E.     Dampak Adanya Facebook[12]
1.      Dampak Negatif
a.       Tidak peduli dengan sekitarnya
Orang yang sudah kecanduan facebook terlalu asyik dengan dunianya sendiri (dunia yang diciptakannya) sehingga tidak peduli dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Seseorang yang telah kecanduan facebook sering mengalami hal ini. Tidak peduli dengan lingkungan sekitar, dunianya berubah menjadi dunia facebook.
b.      Kurangnya sosialisasi dengan lingkungan
Ini dampak dari terlalu sering dan terlalu lama bermain facebook. Ini cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan kehidupan sosial seseorang. Mereka yang seharusnya belajar sosialisasi dengan lingkungan justru lebih banyak menghabiskan waktu lebih banyak di dunia maya bersama teman teman facebooknya yang rata rata membahas sesuatu yang nggak penting. Akibatnya kemampuan verbal seseorang menurun.

c.       Menghamburkan uang
Akses internet untuk membuka facebook jelas berpengaruh terhadap kondisi keuangan (terlebih kalau akses dari warnet). Dan biaya internet di Indonesia yang cenderung masih mahal bila dibanding negara negara lain (mereka sudah banyak yang gratis). Ini sudah bisa dikategorikan sebagai pemborosan, karena tidak produktif.
d.      Mengganggu kesehatan
Terlalu banyak nongkrong di depan monitor tanpa melakukan kegiatan apa pun, tidak pernah olah raga sangat beresiko bagi kesehatan. Penyakit akan mudah datang. Telat makan dan tidur tidak teratur. Obesitas (kegemukan), penyakit lambung (pencernaan), dan penyakit mata adalah gangguan kesehatan yang paling mungkin terjadi.
e.       Tersebarnya data pribadi
Beberapa facebookers memberikan data data mengenai dirinya dengan sangat detail. Biasanya ini untuk orang yang baru kenal internet hanya sebatas facebook saja. Mereka tidak tahu resikonya menyebarkan data pribadi di internet. Ingat data data di internet mudah sekali bocor, apalagi facebook yang gampang sekali di hack.
f.       Mudah menemukan sesuatu berbau pornografi dan sex
Mudah sekali bagi para facebookers menemukan sesuatu yang berbau porno dan esex esex. Karena kedua hal itu yang paling banyak dicari di internet dan juga paling mudah ditemukan. Nah, inilah fakta tidak dewasanya pengguna intenet Indonesia.
g.      Rawan terjadinya perselisihan
Tidak adanya kontrol dari pengelola facebook terhadap para anggotnya dan ketidak dewasaan pengguna facebook itu sendiri membuat pergesekan antar facebookers sering sekali terjadi.
2.      Dampak Positif
a.       Facebook dapat menambah wawasan tentang berita atau kabar yang sedang banyak dibicarakan.
b.      Facebook membuat seseorang lebih tanggap dan komunikatif pada sekitarnya, maksudnya siswa dapat bertukar pikiran dan belajar dari perkataan orang. Sehingga ia akan lebih tanggap terhadap perasaan temannya dan lebih mudah berbicara pada orang didekatnya.
c.       Selain mendapat teman baru, seseorang juga dapat mencari sahabat di dunia maya dan mendapatkan pasangan yang diinginkan
d.      Seseorang dapat menuliskan permasalahan yang dihadapi, yang kemudian dibaca oleh teman-temannya, sehingga dapat memunculkan ide-ide cemerlang dan dapat mengembangkannya.
e.       Pikiran seseorang akan lebih terbuka dengan mendapatkan teman yang berbeda-beda di facebook.
f.       Mempererat silaturahmi, seseorang bisa menemukan kembali orang-orang yang pernah dia kenal di masa lalu.
g.      Media promosi, entah itu mempromosikan produk, jasa, instansi, atau hal lain. Bahkan, pada saat pemilu legislatif kemarin, sebagian caleg juga menggunakan facebook untuk media kampanyenya.
h.      Sarana diskusi, di facebook siswa bisa bergabung dengan berbagai komunitas/grup.














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.         Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
2.         Bias gender adalah mengunggulkan salah satu jenis kelamin dalam kehidupan sosial atau kebijakan publik. Bias gender dalam pendidikan adalah realitas pendidikan yang mengunggulkan satu jenis kelamin tertentu sehingga menyebabkan ketimpangan gender.
3.         Facebook adalah sebuah situs jejaring sosial populer yang diluncurkan pada 4 Februari 2004. Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasiswa Harvard, fungsiya sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard. Dalam waktu dua minggu setelah diluncurkan, separuh dari mahasiswa Harvard telah memiliki akun Facebook.
4.         Pengguna Facebook di Indonesia masih didominasi oleh kaum menengah ke atas yang memiliki akses internet. Kebanyakan dari mereka adalah pelajar, mahasiswa, dosen, pekerja, politisi dan beberapa tokoh-tokoh nasional. Terhitung sampai 22 Februari 1.333.649 pengguna di Indonesia telah terdaftar di Facebook dan sekitar 73% (976.372 orang) diantaranya adalah pengguna usia produktif (18-34 tahun).

B.       Kritik dan Saran
          Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritikdan saran yang membangun akan penulis terima untuk perbaikan kaya berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.


[1]Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender : Perspektif al-Qur’an, Jakarta : Paramadina, 2001, hal. 1.
[2] Mansour Faqih, Analisis gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996, hal.8.
[3]Jhon M. Echol, dan Hasan Shadily, Kamus Besar Inggris-Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996), cet.23a
[4]Mansour Faqih, Gender Sebagai Alat Analisis Sosial, Edisi 4 November 1996.
[5]Mufidah Ch, Paradigma Gender,  (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), hlm. 4.
[6] Hanun Asrohah, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Kopertais Press, 2008), cet. 1,h. 178.
[7]Amasari (Member of PSG LAIN), Laporan Penelitian Pendidikan Berujatuasan Gender,(Banjannasin: IAIN Antasari, 2005), hal. 31.
[8]Masdar F. Mas’udi, Perempuan Dalam Wacana Keislaman, Jakarta : Penerbit Obor, 1997, hal,55.


0 komentar:

Posting Komentar